Model Katastrofe Terintegrasi adalah sistem komputer yang melakukan proses estimasi kerugian bencana. Model ini menghasilkan satu set data kejadian bencana dari proses simulasi, lalu mengestimasi magnitudo, intensitas dan lokasi dari kejadi tersebut untuk menentukan jumlah kerusakan dan menghitung kerugian asuransi sebagai akibat dari kejadian katastrofe tersebut.
Model katastrofe bukan hanya penggunaan software yang merupakan salah satu bagian kecil dari pemanfaatan model dalam bisnis. Pemahaman yang kuat dan mendalam mengenai ketepatan dan keterbatas penggunaan dari model tersebut adalah bagian yang paling penting. Sama seperti model pada umumnya yang mencoba untuk menyederhanakan dan menampilkan kembali suatu fenomena alam.
Studi mengenai teori frekuensi dan sumber kejadian katastrofe tahun 1970an menjadi awal dari sejarah pengembangan model katastrofe. Setelah GIS berkembang dengan baik, tahun 1987 mulai berdiri perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang mengembangkan model katastrofe. Kemudian perusahaan asuransi dan reasuransi mulai menggunakan model tersebut dalam mendukung keputusan bisnis, terutama sejak terjadinya gempa Loma Prieta (1989) dan Topan Andrew (1992) yang menyebabkan 9 perusahaan asuransi bangkrut. Tahun 2001, model katastrofe sudah lazim digunakan industri asuransi dalam menentukan harga polis asuransi dan kebutuhan cover yang harus dimiliki (Grossi and Kunreuther, 2005). Tahun 2010, Industri asuransi Indonesia menggunakan zona dan tarif asuransi gempa bumi dari perhitungan model katastrofe yang dikembangkan MAIPARK (MAIPARK, 2014).